Andongsari

Andongsari
Banner

Minggu, 23 November 2014

Ringgit Purwa dan Tahun Baru Islam


Kepala Desa Andongsari ketika memberikan sambutan dalam seremoni pembukaan pagelaran Wayang Kulit memperingati Tahun Baru Islam 1436 H.


Andongsari, 22 Nopember 2014
Dalam rangka memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1436 H. Pemerintah Desa Andongsari menyelenggarakan pagelaran Ringgit Purwa (Wayang Kulit) dengan dalang Ki Sujito dari Sabrang Ambulu pada hari Sabtu malam minggu, 22 Nopember 2014. Peringatan Tahun Baru Islam yang dalam masyarakat jawa lebih dikenal dengan Suroan atau Grebek Suro memang tidak identik dengan kultur atau warna ke-arab-arab-an. Masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa, memperingati Tahun Baru Islam dengan tradisi yang memiliki filosofi luhur dan kepribadian khas indonesia.
Sebagaimana disampaikan oleh Kades Andongsari Bapak Prasisman, bahwasannya peringatan Suroan dengan mengadakan Pagelaran Ringgit Purwa ini diniatkan selain untuk menghibur masyarakat Desa Andongsari dan sekitarnya, juga merupakan salah satu usaha dalam rangka melestarikan budaya dan tradisi bangsa Indonesia agar tetap dikenal dari generasi ke generasi serta tidak hilang ditelan laju zaman. Karena seperti diketahui, hanya sebagian kecil generasi muda yang tertarik untuk melestarikan Ringgit Purwa. Pemilihan dalang Ki Sujito sendiri juga salah satu usaha menjaga keaslian lakon Ringgit Purwa, karena beliau dikenal sebagai dalang yang pakem dan tidak terlalu memodifikasi lakon wayang kulit seperti kebanyakan dalang-dalang sekarang ini.

Pagelaraan Wayang Kulit Pangruwatan oleh Dalang Ruwat, karakter yang dimainkan tersebut adalah tokoh Batara Kala
Rangkaian pagelaran wayang kulit ini dimulai dengan pagelaran Ringgit Purwa Pangruwatan pada Sabtu siang. Dalam pagelaran pangruwatan ini, seluruh Perangkat Desa dan juga Kepala Desa menjalani prosesi ruwatan. Ruwatan ini dimaksudkan sebagai do’a dan permohonan kepada Tuhan agar Desa Andongsari, Pemerintahannya serta masyarakatnya senantiasa terhindar dari hal-hal buruk, dilancarkan semua urusannya, serta senantiasa dalam lindungan Allah dalam usaha untuk mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Kepala Desa Andongsari, Perangkat dan Pamong Desa berkumpul dalam prosesi ruwatan

Prosesi Ruwat oleh Ki Dalang
Dalam pagelaran ringgit purwa pangruwatan, mengambil kisah lahirnya Batara Kala yang merupakan lambang pembawa malapetaka di arcapada (dunia) ini. Batara Kala digambarkan sebagai sebuah pribadi yang tidak puas dengan apa yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Apa yang sudah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa dia langgar sesuka hatinya menuruti nafsunya yang tidak terbatas, sehingga para Dewa takut dia akan merusak tatanan arcapada dan alam semesta. Pada akhirnya sang Batara Kala dapat dikendalikan oleh para dewa setelah diadakan muslihat kepadanya dan diadakannya ruwatan untuk umat manusia yang sedang menanggung sengkala (hal-hal yang bisa memancing Batara kala memangsanya).
Pembukaan Lakon Pangruwatan

Lepas dari cerita pewayangan tersebut, dalam kisah itu terdapat pelajaran dan pesan luhur para pendahulu, bahwasannya hidup dan menjalaninya di dunia ini tidak seenaknya sendiri, ada aturan-aturan dari Yang Maha Kuasa yang harus dijalankan agar kehidupan ini senantiasa berjalan dalam harmoni.

Karawitan Ibu-Ibu Tim Penggerak PKK Desa Andongsari

Meskipun bukan expert dalam seni gamelan, perform ibu-ibu ini lumayan bagus
Pagelaran ringgit purwa pada malam harinya (malam minggu), acara dibuka dengan aksi ibu-ibu PKK Desa Andongsari yang tergabung dalam Kelompok Karawitan. Untuk ukuran ibu-ibu PKK yang mungkin tidak secara expert menekuni gamelan, pertunjukan karawitan yang diperagakan lumayan bagus. Kelompok karawitan ini juga adalah usaha Pemerintah Desa Andongsari agar tradisi kesenian yang pernah membuat Andongsari menjadi Juara Nasional Lomba Desa pada dekade 80-an tetap hidup dan menjadi warna ciri khas tersendiri yang dimiliki oleh Desa Andongsari.
Aksi saweran oleh salah seorang Perangkat Desa (Bapak Subawat) dalam gelaran Tari Remo

Puncak pagelaran ringgit purwa dimulai setelah sesi Tari Remo usai. Tari Remo sendiri adalah ciri khas pagelaran-pagelaran wayang kulit di daerah Jawa Timur. Namun tidak semua pagelaran wayang kulit ada sesi tari Remonya.

Akhirnya, pada hakikatnya peringatan Tahun Baru Islam ini adalah sebuah refleksi bagi kita, seberapa banyak nilai-nilai luhur yang telah kita jalankan tahun kemarin, apakah kita sudah berusaha untuk menjadi lebih baik dari tahun sebelumnya dan menatap masa depan dengan visi yang lebih matang. Semoga peringatan tahun baru islam kali ini benar-benar melahirkan perubahan. Perubahan untuk menjadi yang lebih baik dari sebelumnya. Semoga.