Apa yang terbayang di benak ketika mendengar atau tahu akan dilaksanakannya PILKADA?
Uang? Adanya bagi-bagi duit? Perubahan?
Bukan rahasia lagi, sejak momentum reformasi banyak sekali pradigma dalam masyarakat yang berubah. Kehidupan demokrasi yang diharapkan semakin berkembang ke arah positif justru belakangan ini menjadi begitu kontra-produktif.
Bentuk pemilihan langsung terhadap wakil rakyat, presiden dan kepala daerah, merupakan salah satu produk era reformasi. Dengan harapan semakin terakomodasinya partisipasi masyarakat dalam perannya membangun negeri Indonesia ini ke arah yang lebih baik.
Namun apa dikata, momentum Pemilu sekarang ini tak lebih sekedar menjadi momentum bual-membual, obral duit, permainan kepentingan dan hal-hal lain yang menjadikan pemikiran masyarakat menjadi lebih pragmatis.
"Gak ada duit, gak milih..."
Ya, itulah sekarang yang berkembang di masyarakat. dan ironisnya itu dimanfaatkan oleh para tokoh politik untuk memainkan kepentingannya. Masyarakat tak lebih sekedar komoditi politik.
Tentu perkembangan ini sangat mengecewakan. Tapi, ini juga merupakan bentuk kekecewaan masyarakat, ketika sudah merasa tak mampu lag berbuat untuk meluruskan segala hal yang salah. Mereka jadi apatis. Dalam kondisi perekonomian yang serba sulit dan ditambah dengan SDM yang kurang matang, masyarakat sekarang ini cenderung memikirkan bagaimana mereka dapat terus melangsungkan hidupnya, tidak lagi peduli dengan masa depan negeri ini. mereka semakin pragmatis. "Saya butuh duit buat hidup, siapapun yang ngasi duit ke Saya akan saya dukung". Pemikiran tersebut awal-awalnya begitu, tapi sekarang ini semakin memprihatinkan. "Yang saya butuhkan duit buat hidup, tidak peduli siapa yang ngasih..." nah, tambah parah kan.
PILKADA 2015 yang diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 9 Desember 2015 mungkin bisa menjadi harapan kembalinya "Jiwa" masyarakat menjadi seorang Indonesia sejati. Yang mengesampingkan segala kepentingan pribadi demi tercapainya kepentingan bangsa yang lebih besar.
Memang tidak mudah mencari jalan kembali, tapi bukanlah hal yang tidak mungkin. Sudah saatnya menjadi Pemilih Cerdas, yang tahu pilihannya, yang tahu resiko pilihannya dan yang bertanggungjawab juga terhadap pilihannya.
Mari...
Uang? Adanya bagi-bagi duit? Perubahan?
Bukan rahasia lagi, sejak momentum reformasi banyak sekali pradigma dalam masyarakat yang berubah. Kehidupan demokrasi yang diharapkan semakin berkembang ke arah positif justru belakangan ini menjadi begitu kontra-produktif.
Bentuk pemilihan langsung terhadap wakil rakyat, presiden dan kepala daerah, merupakan salah satu produk era reformasi. Dengan harapan semakin terakomodasinya partisipasi masyarakat dalam perannya membangun negeri Indonesia ini ke arah yang lebih baik.
Namun apa dikata, momentum Pemilu sekarang ini tak lebih sekedar menjadi momentum bual-membual, obral duit, permainan kepentingan dan hal-hal lain yang menjadikan pemikiran masyarakat menjadi lebih pragmatis.
"Gak ada duit, gak milih..."
Ya, itulah sekarang yang berkembang di masyarakat. dan ironisnya itu dimanfaatkan oleh para tokoh politik untuk memainkan kepentingannya. Masyarakat tak lebih sekedar komoditi politik.
Tentu perkembangan ini sangat mengecewakan. Tapi, ini juga merupakan bentuk kekecewaan masyarakat, ketika sudah merasa tak mampu lag berbuat untuk meluruskan segala hal yang salah. Mereka jadi apatis. Dalam kondisi perekonomian yang serba sulit dan ditambah dengan SDM yang kurang matang, masyarakat sekarang ini cenderung memikirkan bagaimana mereka dapat terus melangsungkan hidupnya, tidak lagi peduli dengan masa depan negeri ini. mereka semakin pragmatis. "Saya butuh duit buat hidup, siapapun yang ngasi duit ke Saya akan saya dukung". Pemikiran tersebut awal-awalnya begitu, tapi sekarang ini semakin memprihatinkan. "Yang saya butuhkan duit buat hidup, tidak peduli siapa yang ngasih..." nah, tambah parah kan.
PILKADA 2015 yang diselenggarakan serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 9 Desember 2015 mungkin bisa menjadi harapan kembalinya "Jiwa" masyarakat menjadi seorang Indonesia sejati. Yang mengesampingkan segala kepentingan pribadi demi tercapainya kepentingan bangsa yang lebih besar.
Memang tidak mudah mencari jalan kembali, tapi bukanlah hal yang tidak mungkin. Sudah saatnya menjadi Pemilih Cerdas, yang tahu pilihannya, yang tahu resiko pilihannya dan yang bertanggungjawab juga terhadap pilihannya.
Mari...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar