Kepala Desa Andongsari ketika memberikan sambutan dalam seremoni pembukaan pagelaran Wayang Kulit memperingati Tahun Baru Islam 1436 H. |
Andongsari, 22 Nopember 2014
Dalam rangka
memperingati Tahun Baru Islam 1 Muharram 1436 H. Pemerintah Desa Andongsari
menyelenggarakan pagelaran Ringgit Purwa (Wayang Kulit) dengan dalang Ki Sujito
dari Sabrang Ambulu pada hari Sabtu malam minggu, 22 Nopember 2014. Peringatan Tahun
Baru Islam yang dalam masyarakat jawa lebih dikenal dengan Suroan atau Grebek
Suro memang tidak identik dengan kultur atau warna ke-arab-arab-an. Masyarakat Indonesia,
khususnya di pulau Jawa, memperingati Tahun Baru Islam dengan tradisi yang
memiliki filosofi luhur dan kepribadian khas indonesia.
Sebagaimana disampaikan
oleh Kades Andongsari Bapak Prasisman, bahwasannya peringatan Suroan dengan mengadakan
Pagelaran Ringgit Purwa ini diniatkan selain untuk menghibur masyarakat Desa
Andongsari dan sekitarnya, juga merupakan salah satu usaha dalam rangka
melestarikan budaya dan tradisi bangsa Indonesia agar tetap dikenal dari
generasi ke generasi serta tidak hilang ditelan laju zaman. Karena seperti
diketahui, hanya sebagian kecil generasi muda yang tertarik untuk melestarikan
Ringgit Purwa. Pemilihan dalang Ki Sujito sendiri juga salah satu usaha menjaga
keaslian lakon Ringgit Purwa, karena beliau dikenal sebagai dalang yang pakem
dan tidak terlalu memodifikasi lakon wayang kulit seperti kebanyakan
dalang-dalang sekarang ini.
Pagelaraan Wayang Kulit Pangruwatan oleh Dalang Ruwat, karakter yang dimainkan tersebut adalah tokoh Batara Kala |
Rangkaian pagelaran
wayang kulit ini dimulai dengan pagelaran Ringgit Purwa Pangruwatan pada Sabtu
siang. Dalam pagelaran pangruwatan ini, seluruh Perangkat Desa dan juga Kepala
Desa menjalani prosesi ruwatan. Ruwatan ini dimaksudkan sebagai do’a dan
permohonan kepada Tuhan agar Desa Andongsari, Pemerintahannya serta
masyarakatnya senantiasa terhindar dari hal-hal buruk, dilancarkan semua
urusannya, serta senantiasa dalam lindungan Allah dalam usaha untuk mewujudkan
masyarakat yang makmur dan sejahtera.
Kepala Desa Andongsari, Perangkat dan Pamong Desa berkumpul dalam prosesi ruwatan |
Prosesi Ruwat oleh Ki Dalang |
Dalam pagelaran
ringgit purwa pangruwatan, mengambil kisah lahirnya Batara Kala yang merupakan
lambang pembawa malapetaka di arcapada (dunia) ini. Batara Kala digambarkan
sebagai sebuah pribadi yang tidak puas dengan apa yang diberikan oleh Yang Maha
Kuasa. Apa yang sudah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa dia langgar sesuka
hatinya menuruti nafsunya yang tidak terbatas, sehingga para Dewa takut dia
akan merusak tatanan arcapada dan alam semesta. Pada akhirnya sang Batara Kala
dapat dikendalikan oleh para dewa setelah diadakan muslihat kepadanya dan diadakannya
ruwatan untuk umat manusia yang sedang menanggung sengkala (hal-hal yang bisa
memancing Batara kala memangsanya).
Pembukaan Lakon Pangruwatan |
Lepas dari
cerita pewayangan tersebut, dalam kisah itu terdapat pelajaran dan pesan luhur
para pendahulu, bahwasannya hidup dan menjalaninya di dunia ini tidak seenaknya
sendiri, ada aturan-aturan dari Yang Maha Kuasa yang harus dijalankan agar
kehidupan ini senantiasa berjalan dalam harmoni.
Karawitan Ibu-Ibu Tim Penggerak PKK Desa Andongsari |
Meskipun bukan expert dalam seni gamelan, perform ibu-ibu ini lumayan bagus |
Pagelaran ringgit
purwa pada malam harinya (malam minggu), acara dibuka dengan aksi ibu-ibu PKK
Desa Andongsari yang tergabung dalam Kelompok Karawitan. Untuk ukuran ibu-ibu
PKK yang mungkin tidak secara expert menekuni gamelan, pertunjukan karawitan
yang diperagakan lumayan bagus. Kelompok karawitan ini juga adalah usaha
Pemerintah Desa Andongsari agar tradisi kesenian yang pernah membuat Andongsari
menjadi Juara Nasional Lomba Desa pada dekade 80-an tetap hidup dan menjadi
warna ciri khas tersendiri yang dimiliki oleh Desa Andongsari.
Aksi saweran oleh salah seorang Perangkat Desa (Bapak Subawat) dalam gelaran Tari Remo |
Puncak pagelaran
ringgit purwa dimulai setelah sesi Tari Remo usai. Tari Remo sendiri adalah
ciri khas pagelaran-pagelaran wayang kulit di daerah Jawa Timur. Namun tidak
semua pagelaran wayang kulit ada sesi tari Remonya.